23 October 2006

INTO THE WILD (Part 5 - Stampede Trail *end*)


Beberapa ratus meter setelah meninggalkan sungai, jalan tanah itu menghilang tertutup oleh beberapa kubangan berang-berang yang tingginya mencapai dada. Dengan berani, ketiga penduduk Alaska mendinamit bendungan yang terbuat dari ranting-ranting kayu yang mengganggu itu dan mengeluarkan airnya. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan, mendaki melewati dasar sungai yang berbatu-batu, menerobos semak-semak pohon alder yang rimbun. Hari sudah menjelang senja ketika mereka tiba di lokasi bus tersebut. Setibanya di sana sesuai dengan pengakuan Thompson, mereka mendapati “sepasang muda mudi dari Anchorage yang sedang berdiri kira-kira lima belas meter dari bus dan tampak sangat ketakutan.”
Keduanya belum masuk ke dalam bus, tetapi mereka sudah cukup dekat untuk bisa mencium “bau yang sangat busuk yang keluar dari dalamnya”. Sebuah bendera isyarat – sehelai kain wol penghangat kaki berwarna merah yang kerap digunakan para penari - yang diikat ke sebuah ranting pohon alder diletakkan di pintu keluar bus tersebut. Pintu itu terbuka lebar dan sebuah pesan yang menimbulkan rasa cemas direkatkan di atasnya. Tulisan tangan itu dibuat dengan huruf cetak yang rapid an ditulis diatas sehelai kertas yang disobek dari novel karya Nikolay Gogol; bunyi pesan itu:

S.O.S. SAYA MEMBUTUHKAN PERTOLONGAN ANDA. SAYA TELUKA, HAMPIR MATI, DAN TERLALU LEMAH UNTUK BERJALAN KELUAR DARI TEMPAT INI. SAYA SENDIRIAN, INI BUKAN MAIN-MAIN. DEMI TUHAN, TETAPLAH TINGGAL DAN SELAMTKAN SAYA. SAYA SEDANG KELUAR UNTUK MENGUMPULKAN BUAH RASBERI DI SEKITAR TEMPAT INI DAN AKAN KEMBALI SORE INI. TERIMA KASIH, CHRIS MCCANDLESS. AGUSTUS ?

Sepasang muda mudi dari Anchorage itu terlalu cemas memikirkan implikasi dari pesan dan bau busuk yang menyengat itu sehingga mereka tidak berani memeriksa ke dalam bus, jadi Samel memberanikan diri untuk melihat ke dalam. Setelah mengintip melalui jendela, dia melihat sepucuk senapan Remington, sebuah kontak peluru, delapan atau sembilan buku saku, beberapa peralatan masak, dan sebuah ransel yang mahal. Di pokok belakang bus, di atas sebuah tempat tidur sederhana, tampak sebuah kantong tidur berwarna biru dengan sesuatu atau seseorang di dalamnya meskipun, kata Samel, “agak sulit untuk memastikan.”
“Aku berdiri di atas potongan batang pohon,” tambah Samel, “mengulurkan tanganku melalui jendela belakang, dan mengoyang-goyangkan kantong tidur itu. Ada sesuatu di dalamnya, itu pasti, tetapi apa pun benda itu, pasti sangat ringan. Setelah berjalan ke sisi yang lain dan melihat sebuah kepala keluar dari dalamnya, barulah aku yakin benda apa itu.” Chris McCandless sudah tewas selama kurang lebih dua setengah minggu.
Samel adalah pria yang memiliki pendirian kuat dan dia memutuskan untuk segera mengungsikan mayat itu. Namun, baik di dalam kendaraan miliknya maupun milik Thompson yang kecil, tidak ada ruang untuk membawa mayat itu, ATV milik sepasang muda mudi dari Anchorage tersebut. Beberapa saat kemudian, muncul orang keenam, seorang pemburu dari Kota Healy bernama Butch Killian. Karena Killian mengemudikan sebuah Argo – ATV model amfibi yang besar dengan delapan roda – Samel mengusulkan agar Killian mengungsikan mayat tersebut, tetapi dia menolak dan bersikeras bahwa itu merupakan tugas Polisi Patroli Negara Bagian Alaska.
Killian, seorang pekerja tambang batu bara yang kerap bekerja sebagai relawan pada Unit Pemadam Kebakaran di Kota Healy, membawa sebuah radio komunikasi di atas Argo miliknya, Ketika tidak berhasil menghubungi siapapun dari tempatnya saat itu, dia memutuskan untuk kembali ke jalan raya 8 km dari jalan tanah itu dan hanya sesaat sebelum hari mulai gelap, dia berhasil mengadakan kontak dengan operator radio pusat pembangkit listrik di Kota Healy. “Tolong sampaikan pesan ini,” katanya melaporkan, “saya Butch. Tolong telepon polisi patroli. Ada seorang pria di dalam bus di Sushana. Sepertinya, dia sudah tewas beberapa waktu yang lalu.”
Pada pukul delapan lewat tiga puluh menit keesokan paginya, sebuah helikopter polisi mendarat dengan bising di samping bus tersebut, menimbulkan pusaran debu dan daun-daun pohon aspen. Para polisi tersebut memeriksa dengan teliti seluruh isi bus dan tempat-tempat di sekitarnya untuk mencari tanda-tanda adanya kekerasan, kemudian meninggalkan tempat itu. Mereka terbang dengan membawa serta jenazah McCandless, sebuah kamera dengan lima rol film yang sudah dilepas, kertas berisi pesan SOS tadi, dan sebuah catatan harian – yang ditulis di atas dua halaman terakhir sebuah buku pedoman tentang tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan – yang melaporkan peristiwa yang terjadi pada minggu-minggu terakhir sebelum kemarian pemuda tersebut; 113 catatan yang pendek dan membingungkan.
Jenazah itu dibawa ke Anchorage dan diautopsi di Laboratorium Penyidikan Kriminal. Jenazah itu sudah sangat rusak sehingga sulit menentukan waktu kematian McCandless, tetapi petugas koroner tidak menemukan tanda-tanda adanya luka dalam atau tulang patah yang serius. Pada dasarnya, tidak ada lagi lemak yang masih menempel di bawah kulit si mati dan otot-ototnya sudah sangat mengerut beberapa hari atau beberapa minggu menjelang kematian. Saat diautopsi, berat jenazah McCandless hanya sekitar tiga puluh tiga setengah kilogram. Kelaparan dipastikan sebagai penyebab kematian.
Tanda tangan McCandless tercantum di bawah pesan SOS tersebut dan negatif film tersebut setelah dicetak memperlihatkan banyak foto diri McCandless. Namun, karena tidak membawa buku identitas diri, pihak berwenang tidak tahu siapa dia, dari mana dia berasal atau mengapa dia berada di tempat tersebut.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home