19 October 2006

INTO THE WILD (Part 2 - Pedalaman Alaska *bersambung*)

1. PEDALAMAN ALASKA





27 April 1992 Salam dari Faibanks ! Ini kabar terakhir yang akan kamu terima dariku, Wayne. Aku tiba di tempat ini dua hari yang lalu. Sangat sulit mendapatkan tumpangan di Wilayah Yukon. Namun, akhirnya aku tiba juga di tempat ini. Tolong kembalikan semua surat untukku ke pada si pengirim. Aku mungkin tidak akan kembali ke Selatan untuk waktu yang lama. Jika petualangan ini ternyata berakibat fatal dan kamu tidak lagi mendengar kabar dariku, aku ingin kamu tahu bahwa kau orang yang sangat istimewa. Sekarang, aku akan memasuki alam liar. Alex.

Kartu Pos yang diterima Wayne Wester Berg di Carthage, Dakota Selatan


Jim Gallien sudah mengemudikan mobilnya sejauh 6,4 km dari Fairbanks ketika dia melihat seorang pencari tumpangan berdiri di atas salju di tepi jalan sambil mengaungkan ibu jari, tubuhnya gemetar di bawah udara Alaska saat matahari terbenam. Pria itu belum tampak dewasa: Gallien mengira dia berusia delapan belas atau paling-paling sembilan belas tahun. Sebuah senapan mencuat dari ransel punggungnya, tetapi dia nampak cukup ramah; seorang pencari tumpangan yang membawa sebuah senapan Remington semiotomatis bukanlah seorang yang akan membuat seorang pengemudi mobil menghentikan kendaraannya di negara bagian keempat puluh sembilan ini. Gallien membelokkan mobil-nya ke bahu jalan dan menyuruh pemuda itu naik.

Sipencari tumpangan melemparkan ranselnya ke lantai mobil Ford itu dan memperkenalkan dirinya sebagai Alex. “Alex ?” jawab Gallien, berharap mendengar nama keluarganya.
“Hanya Alex,” ulang pemuda itu, terang-terangan menolak pancingan Gallien. Pemuda dengan tinggi badan sekitar 170 cm dan bertubuh kurus ini mengaku berusia dua puluh empat tahun dan berasal dari Dakota Selatan. Dia menjelaskan bahwa dia ingin menumpang sampai ke tepi Hutan Suaka Alam Nasional Denali. Dari sana dia bermaksud berjalan kaki memasuki alam liar dan “hidup dengan mengandalkan alam selama beberapa bulan”.

Gallien, seorang buruh ahli listrik sedang dalam perjalanan menuju Anchorage, 384 km dari denali yang juga terletak di Jalan Raya George Parks; dia mengatakan kepada Alex bahwa dia bisa menurunkannya dimana saja dia inginkan. Berat ransel punggung Alex kelihatannya hanya sekitar dua belas sampai lima belas kilogram yang menurut Gallien – seorang pemburu dan perambah hutan yang andal – terlalu ringan untuk bekal hidup selama beberapa bulan di tengah alam liar, terutama pada awal musim Semi saat itu. “Tampaknya, dia tidak cukup membawa cukup banyak makanan dan perlengkapan lain seperti yang seharusnya dibawa oleh seseorang yang akan melakukan perjalanan seperti itu, “ kenang Gallien.

Matahari mulai naik. Saat mereka bergerak menuruni punggung bukit yang ditutupi hutan di atas Sungai Tanana, Alex memandang ke arah rawa-rawa luas yang tertiup angin dan membentang ke arah selatan. Gallien bertanya-tanya, mungkinkah dia sedang memberikan tumpangan kepada satu dari sekian banyak orang eksentrik yang datang dari wilayah yang lebih selatan, negara bagian keempat puluh delapan, yang berangan-angan hidup di wilayah utara dengan khayalan bodoh ala Jack London. Alaska sudah menjadi magnet bagi para pemimpi dan orang-orang yang tidak tepat, orang-orang yang berpikir bahwa Last Frontier (sebutan untuk wilayah Alaska – penerj.) adalah wilayah yang bersih dari pengaruh jahat dan akan mempu menutupi lubang-lubang dalam kehidupan mereka. Padahal, alam liar bukanlah tempat pemaaf yang peduli pada harapan atau dambaan.

“Orang-orang dari luar Alaska,” lapor Gallien dengan aksen yang lambat dan khas, “mereka akan memungut salah satu majalah Alaska, membuka-buka halamannya dan kemudian berpikir, ‘Hai, aku akan pergi ke tempat itu, mengandalkan alam, dan mencari sedikit kehidupan yang layak.’ Namun, saat mereka tiba di tempat ini dan benar-benar masuk ke semak belukar – semuanya sangat berbeda dengan gambaran yang diuraikan oleh majalah-majalah itu. Sungai-sungainya sangat besar dan deras. Nyamuk-nyamuknya akan melahapmu hidup-hidup. Hampir di semua tempat, tidak banyak binatang yang bisa diburu. Hidup di tengah alam liar sama sekali bukan piknik.”

Perjalanan dari Fairbanks ke tepi Hutan Suaka Alam Nasional Denali ditempuh dalam waktu dua jam. Semakin lama mereka bercakap-cakap, semakin menipis dugaan Gallien tentang Alex yang semula dia anggap orang yang eksentrik. Pria ini sangat sopan dan tampaknya sangat berpendidikan. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan cerdas kepada Gallien tentang aturan-aturan yang terkait dengan hidup di pedalaman, jenis-jenis buah liar yang bisa dia makan – “hal-hal semacam itu”.

Meskipun demikian, Gallien masih saja merasa cemas. Alex mengakui bahwa satu-satunya makanan yang ada di dalam ranselnya hanyalah sekantong beras seberat lima kilogram. Perlengkapan yang dia bawa sepertinya sangat minim untuk kehidupan keras di tengah alam liar yang pada bulan April masih tertutup lapisan es musim dingin. Sepatu bot murah untuk jalan kaki lintas alam yang dikenakan Alex tampaknya tidak kedap air dan tidak cukup hangat. Senapannya hanya caliber 22, terlalu kecil untuk bisa diandalkan jika dia berharap untuk membunuh binatang-binatang besar seperti rusa kutub dan karibu yang harus dia makan jika ingin tinggal cukup lama di pedalaman. Dia tidak memiliki kapak, tidak membawa obat anti serangga, sepatu es, dan tidak memiliki kompas. Satu-satunya pedoman navigasi yang dia miliki hanyalah sebuah peta jalan-jalan negara uang sudah usang yang dia pungut di sebuah pompa bensin.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home