22 October 2006

INTO THIN AIR - Kisah Tragis Pendaki Everest (Part 5 - Bab 2 Dehra Dun, India 1852 2.234 kaki*bersambung*)


Para pendaki Everest yang pertama dipaksa menempuh rute yang sangat sulit, sepanjang 400 mil dari Kota Darjeeling melintasi dataran Tibet hanya untuk bisa mencapai kaki gunung. Pengetahuan mereka tentang dampak mematikan dari ketinggian yang ekstrem pun masih sangat kurang, begitu pula peralatan mereka yang sangat tidak memadai menurut standar peralatan modern. Namun pada 1924, seorang anggota tim ekspedisi ketiga dari Inggris, Edward Felix Norton, berhasil mencapai ketinggian 28.126 kaki – hanya 900 kaki dari puncak – sebelum akhirnya menyerah karena kelelahan dan dibutakan oleh salju. Prestasi itu benar-benar menakjubkan, dan mungkin tak tertandingi hingga dua puluh sembilah tahun kemudian.

Kukatakan ‘mungkin’ karena adanya peristiwa lain yang terjadi empat hari setelah upaya Noerotn menaklukkan Puncak Everest. Pada 8 Juni 1924, sesaat setelah fajar menyingsing, dua anggota tim ekspedisi dari Inggris, George Leigh Mallory dan Andrew Irvine, meninggalkan perkemahan terakhir menuju puncak.

Malllory, yang namanya selalu dikaitkan dengan Everest, adalah tokokh utama di balik tiga tim pertama yang berupaya menaklukan Everest. Dalam sebuah perjalanan keliling untuk mengajar di Amerika Serikat, Mallory dengan sinis menjawab, “Karena gunung itu ada di sana,” saat seorang wartawan mendesaknya dengan pertanyaan, mengapa dia ingin menaklukkan Everest. Pada 1924, Mallory berusia tiga puluh delapan tahun, seorang kepala sekolah, menikah, dan memiliki tiga anak yang masih kecil. Anggota masyarakat Inggris kelas atas ini selain cinta keindahan juga sangat idealis dan peka terhadap hal-hal yang romantis. Tubuh atletisnya yang angiun, kepandaiannya dalam bergaul dan fisiknya yang benar-benar bagus membuat Mallory dikagumi oleh penulis biografi Lytton Strachey serta kaum intelektual Bloomsburry. Saat berada di dalam kemahnya yang jauh tinggi di lereng Everest, Mallory dan teman-teman satu timnya akan saling membacakan dengan suara keras cerita-cerita Hamlet dan King Lear.

Ketika Mallory dan Irvine bergerak perlahan ke arah Puncak Everest pada 8 Juni 1924, kabut menyelimuti bagian atas piramid, membuat rekan-rekan mereka yang berada di bawah tidak bisa memantau kemajuan pendakian kedua orang it. Pukul 12.50 siang, untuk sesaat awan-awan yang menyelimuti puncak gunung tersibak oleh angin, dan salah satu anggota tim, Noel Odell, melihat sekilas tetapi jelas, sosok Mallory dan Irvine yang bergerak jauh di lereng sekitar puncak, kurang lebih lima jam terlambat dari jadwal, tetapi ‘bergerak dengan lambat dan pasti’ menuju puncak.

Bagaimanapun, malam itu kedua pendaki tersebut tidak kembali ke tenda mereka, dan baik Mallory maupun Irvine tidak pernah terlihat lagi. Apakah salah seorang atau keduanya pernah mencapai puncak sebelum kemudian ditelan oleh gunung dan menjadi bagian dari legenda, masih diperdebatkan orang sampai sekrang. Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa mereka belum mencapai puncak. Tanpa bukti nyata, bagaimanapun, mereka tidak bisa dianggap sebagai orang pertama yang menaklukkan Everest.

Pada 1949, setelah tertutup berabad-abad, Nepal membuka perbatasannya bagi dunia liar, dan setahun kemudian, rezim baru komunis yang menguasai Cina menutup perbatasan Tibet bagi orang-orang asing. Akibatnya, para pendaki Everest mengalihkan perhatian mereka ke sisi selatan puncak Himalaya itu. Pada musim semi 1953, sebuah ekspedisi besar dari Inggris, dengan dukungan moral dan sumber daya yang sangat lengkap, menjadi tim ekspedisi ketiga yang berusaha menaklukkan Everest dari wilayah Nepal. Pada 28 Mei, setelah perjuangan berat selama dua setengah bulan, sebuah lahan perkemahan berhasil dibangun dengan menggali lereng Tenggara pada ketinggian 27.900 kaki. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Edmund Hillary, seorang warga Selandia Baru bertubuh tinggi kurus, dan Tenzing Norgay, seorang pakar pendaki dari suku Sherpa, bergerak menuju puncak dan bernapas dengan batuan oksigen botol.

Pada pukul 09.00 pagi, keduanya sudah tiba di Puncak selatan, memandang ke atas, ke jalur sempit dan terjal yang akan membawa mereka ke puncak. Sejam kemudian, mereka tiba di kaki sebuah tempa yang oleh Hillary digambarkan sebagai “rute pendakian yang tampaknya paling sulit – sebuah lereng batu yang curam setinggi empat puluh kaki… Batuan itu sendiri, yang tampak halus dan hampir-hampir tanpa tonjolan untuk berpegang, oleh sekelompok pakar pendaki di lake District mungkin dianggap sebagai objek menarik yang layak ditaklukkan dalam pendakian Minggu sore, tetapi di tempat ini, dia merupakan hambatan yang sulit diatas oleh tubuh kamu yang sudah sangat lemah.”

Dengan cemas, Tenzing terus mengulur tali dari bawah, sementara Hillary menempatkan tubuhnya di sebuah celah sempit yang terbentuk oleh sebuah dinding batu dan salju tegak lurus berbentuk sirip, dan dengan perlahan bergerak ke atas melewati sebuah jalur pendakian yang kemudian dikenal dengan nama Hillary Step. Mendaki di tempat ini benar-benar berat dan sulit, tetapi Hillary trus bertahan sampai kemudian, seperti yang ditulisnya,

Akhirnya aku tiba di puncak, menarik tubuhku keluar dari celah dan naik ke atas sebuah selasar yang cukup lebar. Sesaat aku berhentu untuk mengembalikan napas, dan untuk pertama kalinya, aku merasakan munculnya tekad yang sangat kuat bahwa tidak ada yang bisa menghentikan kamu untuk mencapai puncak. Aku berdiri tegak di atas selazar itu dan memberi isyarat kepada Tenzing untuk naik. Ketika aku berjuang menarik tali itu, Tenzing berjuang untuk melewati celah tersebut sampai akhirnya dia jatuh tersungkur di hadapanku, seperti seekor ikan raksasa yang baru diangkat dari laut setelah perjuangan yang berat.

Berjuang mengalahkan rasa lelah, keduanya meneruskan pendakian melewati bagian lereng yang bergelombang di atasnya. Hillary bertanya-tanya,

Masihkan kami punya kekuatan untuk mencapai puncak. Aku membuat satu torehan lagi di balik sebuah batu yang menonjol dan mengamati bahwa punggung gunung di atasku mulai melandai sehingga kami bisa melihat jauh ke arah Negara Tibet. Aku mendongak, dan di atasku, tampak puncak bulat yang selimuti salju. Beberapa torehan kapak es, beberapa langkah yang hati-hati, maka Tenzing (secara mengejutkan) dan aku akan tiba di puncak.

Itulah yang terjadi beberapa saat menjelang sore pada 29 Mei 1953; Hillary dan Tenzing menjadi orang pertama yang berdiri di puncak Gunung Everest.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home