29 April 2009

Tim Ekspedisi Pegunungan Sudirman - Suara Pembaruan Bag. II

Tim Mahitala Unpar sedang berjalan menuju Danau Hansel, danau pertama lembah Fairy Tale, sebelum menuju ke dua danau lagi, yakni Danau Anderson dan Danau Grimm. Foto: dok.Tim Mahitala Unpar

2009-04-28


Idenburg, Danau yang Hilang Seketika

The Mystery of Lake Idenburg, sebuah judul film pendek berdurasi empat menit yang kami saksikan di situs youtube pada masa persiapan ekspedisi. Dibuat oleh seorang geologis PT Freeport Indonesia berkebangsaan Amerika, film ini menceritakan tentang Danau Idenburg yang dapat hilang seketika. Mendengar adanya film ini, kami pun segera menyaksikannya karena tidak lain danau ini adalah lokasi tujuan kami, di mana kami akan mendirikan Mahitala Base Camp.

Hilangnya Danau Idenburg adalah sebuah gejala alam yang mungkin terjadi di daerah karst. Tanah hasil pelapukan batu gamping akan mengendap di daerah rendah dari sekitarnya. Terra rossa, begitu sebutan tanah ini, bersifat kedap air dan akan menutup lubang-lubang atau retakan di permukaan batu gamping, sehingga air dapat tertampung.

Air hujan dan glacier atau salju yang mencair akan mengisi daerah tersebut dan terbentuklah Danau Idenburg. Lapisan terra rossa yang tipis dari Danau Idenburg suatu saat tidak akan mampu lagi menahan volume air danau, dan ikut terangkut oleh air masuk ke ponora (lubang lari) yang terdapat di permukaan batu. Maka hilanglah Danau Idenburg dan suatu saat, terra rossa akan menutup kembali lubang tersebut dan terbentuklah kembali Danau Idenburg.

Air yang kami ambil dari Danau Idenburg begitu segar, mengembalikan semangat kami setelah lelah memindahkan logistik. Puncak Idenburg, target pertama sudah semakin dekat. Sebuah celah tersembunyi di dinding utara Gunung Idenburg, tidak terlihat oleh kami yang berada di sisi timur danau. Survei dilakukan menuju sisi barat danau, dan terlihat sebuah retakan besar di batu mengarah ke puncak Idenburg.

Pendakian melalui jalur ini dapat dikategorikan sebagai scrambling, sehingga tim menggunakan tangan untuk membantu keseimbangan, walau belum memerlukan alat bantu sebagai pengaman. Kendati demikian, kami tetap membawa tali dan beberapa peralatan pemanjatan lain untuk keamanan. Pasalnya, dinding pendakian memiliki kenaikan elevasi kurang lebih 500 meter, dan kemungkinan ditemukan tebing-tebing vertikal setinggi 2-3 meter di sepanjang jalur.

Dari base camp, tim Engea, begitu sebutan untuk tim operasi Mahitala Unpar yang diberangkatkan. Engea merupakan julukan lokal masyarakat Moni untuk puncak Idenburg. Tim Engea 1 diberangkatkan. Angga, Broery, Dion, dan Wildan dilepas oleh rekan-rekan dengan doa, melangkah menyusuri sisi sebelah kanan danau sejauh 450 meter menuju ke retakan tersebut.

Sepasang itik noso penghuni Danau Idenburg berenang tenang, seperti ikut melepas kepergian tim menuju puncak. Cuaca cerah pagi ini menjadi berkah untuk tim, hangatnya sang surya melindungi tubuh dari tusukan dingin sang bayu. Tibalah kami di kaki tebing, retakan terlihat lebih besar lagi. Sedikit demi sedikit, kami terus naik mendekati puncak, hingga akhirnya tim pun tidak terlihat lagi oleh Atan yang memantau dengan monocular dari base camp.

Dugaan kami benar, tebing setinggi tiga meter menghadang. Tetapi, teratasi karena tim membawa serta alat yang cukup memadai. Tak lama, kami memasuki jalur air yang cukup terjal dan licin. Pijakan semakin sulit karena batuan itu mudah lepas. Salah melangkah, kami dapat tergelincir terjatuh sejauh 300 meter. "Dengan perlahan kami terus naik, sekali lagi tali digunakan sebagai pengaman. Lalu terlihatlah puncak itu, kami telah tiba di jajaran puncak Gunung Idenburg," kata Frans.

Ia mengakui, tak terasa air mata menetes. Mimpi itu tercapai sudah. Awan putih menghiasi langit biru cerah, ketika kami memandanginya dari puncak Idenburg. Pemandangan di sekitarnya terlihat jelas. Meren glacier di puncak Soekarno, Carstensz Pyramid. Di selatan, sebuah puncak tanpa nama menantang kami, dengan lembah yang kelam, gelap tertutup kabut walaupun hari ini cerah. Rasa penasaran, takut, dan senang bercampur aduk, apa yang akan temui nanti di bawah sana. Belum lagi menuruni dinding selatan Idenburg yang sangat terjal. Perhitungan harus benar-benar matang.

Kini salju yang menutup puncak yang dikatakan oleh Heinrich Harrer, seorang tokoh penjelajah yang pernah diperankan oleh Brad Pitt dalam film 7 years in Tibet, sudah tidak ada sama sekali. Hanya tersisa setumpuk es kecil, di sebelahnya terdapat sebuah telaga kecil hasil pencairan es. Apakah meren glacier berikutnya? Mungkin saja. Tanggal 27 Januari 2009 menjadi tanggal yang bersejarah untuk tim Mahitala Unpar. Bukan hanya mengenai pencapaian puncak, tetapi bahwa jiwa eksplorasi, terutama generasi muda terus ditumbuhkan karena Indonesia ini kaya dan masih banyak yang dapat di eksplorasi. Dari titik inilah inspirasi itu mengalir. Dan di utara, puncak kembar di Alice ridge sudah menunggu sebagai target berikutnya.

Tim Ekspedisi Pegunungan Sudirman - Suara Pembaruan

Dear all,

berikut kisah Tim Ekspedisi Pegunungan Sudirman yang dimuat di Suara Pembaruan. Artikel dicomot dari situs SP Online. Kisah berikutnya menyusul seiring penerbitan artikel pada edisi selanjutnya.

Selamat menikmati.

Salam,
Anti ~ M97482AMWA


2009-04-21
Tim Mahitala Unpar memandang sebuah danau dalam ekspedisi menaklukkan Pegunungan Sudirman, Papua mulai Januari sampai Maret 2009. Foto: Julius Mario

Mahitala Unpar (1) Mahasiswa Penakluk Puncak Sudirman

Julius Mario, ketua ekspedisi Mahitala Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, sangat gembira. Dua puluh lima tahun menanti, akhirnya ekspedisi menaklukkan puncak Pegunungan Sudirman di Papua berhasil. "Penantian dan kerja keras selama setahun mempersiapkan segala sesuatu, terbayar sudah," kata Julius bangga.

Dia menuturkan, ekspedisi kali ini melibatkan 11 personel Mahitala Unpar, yakni Julius Mario (ketua ekspedisi), Frans (koordinator operasi), Angga Pradipta (koordinator pendakian), Rangga Wakita (observasi flora & fauna), Sofyan Fesa (manajer base camp), Yoga Smara (logistik & komunikasi), Wildan Thareq (medis), Janatan Ginting (pendakian), Broery Andrew (pendakian), Alexander Reyner (dokumenter fotografi), dan Rondor Gideon (dokumenter audiovisual).

"Di sini kami berdiri, menikmati birunya danau di atas ketinggian. Kami berada di Pegunungan Sudirman, salah satu jajaran di pegunungan tengah Papua yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Papua," katanya.

Frans yang merangkaikan pengalaman perjalanan itu dalam beberapa tulisan di harian ini menuturkan, tim berangkat dari Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, pada 15 Januari 2009. Tim dibagi menjadi dua. Perjalanan kali ini lancar, setelah sebelumnya masalah datang bertubi-tubi. Penerbangan tim Mahitala dengan pesawat Hercules sempat ditunda hingga dua kali, dengan alasan kelangkaan avtur.

Penerbangan berikutnya dilakukan, tetapi tidak semua anggota tim ikut, karena pesawat mengangkut helikopter beserta mesinnya dari Semarang. Maka strategi diubah, tidak semua anggota tim berangkat. Dengan beban logistik yang harus diangkut pesawat Hercules seberat 789 kilogram, maka tim mengirim terlebih dahulu lima orang, yang terdiri dari Broery, Dion, Rangga, Frans, dan Ian. Mereka berangkat terlebih dahulu menuju Timika. Sisanya menyusul bersama logistik berikutnya dengan pesawat komersial.

Tidak ada masalah berarti selama perjalanan hingga Pegunungan Sudirman. Dukungan dari PT Freeport Indonesia (PTFI) mempermudah akses kami. Guardian Angels, begitulah sebutan untuk para pihak yang telah membantu tim di Tanah Papua, dari awal hingga selesainya ekspedisi.

Frans menuturkan, tibalah waktunya operasi pelaksanaan dimulai. Tim Mahitala berada di tengah-tengah jajaran Pegunungan Sudirman. Di arah timur, satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia terlihat seperti mata pisau, didampingi Puncak Soekarno yang dihiasi salju putih. Di arah barat, Idenburg berdiri tegak didampingi dua jajaran puncak lagi, yaitu Alice dan Cinderella Ridge. Nama yang diberikan oleh The White Spider Heinrich Harrer, orang pertama yang mencapai puncak Idenburg. Bersama Phillip Temple, mereka mengeksplorasi Pegunungan Sudirman dengan pencapaian lebih dari 30 puncak. "Inilah target kami, daerah yang kami bayangkan dari peta dan foto udara selama 10 bulan, kini berada di depan mata kami," kata Frans.


Awal Operasi

Sepanjang mata memandang, jajaran pegunungan tiada habisnya, Batuan gamping berumur jutaan tahun menjadi pemandangan harian. Pegunungan Tengah memang merupakan salah satu bentangan karst terpanjang dan terbesar di dunia. Di antara gunung-gunung ini, terdapat celah yang digunakan sebagai jalur, salah satunya dapat mengantarkan tim Mahitala menuju Danau Idenburg. Peta dan kompas digunakan dengan bantuan global positioning system. "Itu dia celahnya, jalur menuju danau yang sudah kita plot di peta," teriak Angga.

Angga pun melakukan briefing dan hasilnya, ada tim yang melakukan survei jalur dan ada yang drop logistik. Tim diberkahi cuaca cerah di awal kedatangan, tetapi cepatnya kenaikan elevasi dan kurangnya aklimatisasi cukup mengganggu kerja tubuh. Tentu saja acute mountain sickness menjadi perhatian utama, sebuah penyakit ketinggian yang konon cukup mematikan. Pusing, mual, dan kehilangan nafsu makan mulai dirasakan anggota tim. Tetapi, semuanya itu bisa diatasi dengan banyak minum dan bergerak, serta membiasakan tubuh dengan suasana alam di ketinggian.

Dengan logistik yang hampir mencapai satu ton, perpindahan logistik adalah salah satu cara yang cukup membantu tim menyesuaikan diri. Hal ini pun tidak mudah, karena dengan berjalan 10 meter, kami merasa seperti berlari cepat 100 meter. Paru-paru terasa seperti terbakar. Oksigen yang masuk tidak memenuhi jumlah yang dibutuhkan paru-paru. Hujan lebat dan angin kencang memperumit kondisi anggota tim, mengakibatkan dingin yang menusuk hingga ke tulang. "Apakah kami mampu? Ini adalah pengalaman pertama kami berekspedisi di daerah Alpine (ketinggian lebih dari 4.000 m)," kata Julius.

Sampailah tim di Mahitala Base Camp, setelah tiga hari perpindahan logistik. Lembah gantung yang indah, yang tersembunyi menyimpan misteri. Danau Idenburg membuat terpana. "Bagaimana rasanya menjadi orang pertama yang menemukan danau ini ya?" tanya Mario sambil mengagumi keindahan Danau.

14 April 2009

35 Years of Experience!

25 April 2009

Dies Natalis ke-35

MAHITALA-UNPAR


Mengundang seluruh rekan Mahitala dimana pun berada!

(klik untuk memperbesar peto lokasi Dies Natalis ke -35 Mahitala Unpar)