27 October 2009

Leuser Treaking by George - M 90437 ADB (bag III)

Day Eight - 26.07.09
Sampai 10am kabut tebal baru terkuak sekitar 1 - 2 jam sehingga pemandangan alam Aceh, Leuser hingga pantai Barat (Samudra Hindia) nampak jelas dan sangat menakjubkan. Tidak puasnya kami menikmati jerih payah perjuangan selama ini. Namun menyesal logistik guide-porter sudah menipis (hanya untuk 10 hari vs kami 14 hari) sehingga waktu jelas tidak cukup untuk menjelajahi puncak Leuser (3,142). Maka 12am kami mulai turun dari puncak menembus kabut tebal menuju Alun-Alun Loser. Bergegas melintasi Camp Paya, tanpa henti menuju Simpang Tanpa Nama dan kemudian bermalam setelah menyeberangi Krueng Kluet2, 5.30pm karena cuaca mulai memburuk. Di sana ada 2 – 3 camp site.

Dari Puncak Loser – patok S 227 (3) nampak jelas Blangpidie [Atas] – pesisir pantai Barat Aceh yang membentang menghadap Samudera Hindia. Juga beruntung masih nampak di Utara - Puncak Angkasan (1) – pintu gerbang kembali ke peradaban dan Puncak Tanpa Nama (2)


Perjalanan turun dari puncak menembus kabut [atas] dan sedikit cerah sesampai di Alun-Alun Loser [bawah]


Day Nine - 27.07.09
Pagi yang cerah, 7.30am kami melanjutkan ke arah Krueng Kluet 1 untuk menyeberang dan mendaki kembali menuju Bivak Batu 9am. Kemudian dilanjutkan menuju Bivak Kaleng untuk mengambil Logistik #3 [D6], dan terus berjalan hingga Camp Tanpa Nama 4pm. Sayang mendung yang menggantung berubah menjadi hujan lebat sehingga diputuskan untuk membangun tenda. Beruntung hanya berselang sejam, hujan tiba-tiba terbit pelangi utuh, sangat indah, semua berdecak kagum karena fenomena yang jarang nampak di Leuser. Campsite luas di tengah savana, agak berangin, air didapat dari waterpond. Bersyukur malam itu bisa kami gunakan untuk istirahat yang agak panjang dibandingkan hari-hari sebelumnya.

[insert picture] Saat mentari hendak menjelang di Camp Tanpa Nama, bulan pun masih belum beranjak di atas lukisan awan


Dari punggungan Singamata semua puncak menampakkan diri menjelang langit yang biru, Puncak Tanpa Nama (1), Puncak Loser (2) dan Puncak Leuser (3)


Day Ten - 28.07.09
7.30am perjalanan dengan cuaca sangat cerah, menikmati lembah dalam sisi Barat Singamata, sempat nampak kawanan kambing gunung liar jauh direruntuhan jurang, dan punggungan Aceh yang berlapis-lapis nyaris tak berbatas, juga Puncak Angkasan nun jauh di Utara – pintu gerbang kami kembali ke peradaban. Kami sangat menikmati perjalanan pulang dengan pemandangan lepas yang termasuk keberuntungan di Leuser. Setelah melewati Bivak Kaleng lalu tiba di Bivak 3, beristirahat sesaat menikmati alam mumpung kabut belum menyergap lagi. Kemudian berpacu menuju Kolam Badak untuk mengambil Logistic #2 [D5], lalu setengah berlari menuju Blang Panjang karena matahari sudah di balik awan.

Berehat sesaat langsung menuju Sungai Alas utama, segera menyeberanginya karena hari sudah sore, dan melanjutkan pendakian panjang melintasi savana luas menuju Blangbeke sambil menyeberangi dua anak Sungai Alas lagi, hingga berkemah sejauh-jauhnya di ujung Savana, 6pm untuk menghemat waktu perjalanan esok hari. Beruntung kita bisa menikmati matahari terbenam dan terbit yang utuh disini dan luar biasa indah. Campsite luas, air diambil dari Sungai Alas.

Menantikan matahari tenggelam di penghujung savanna Blangbeke.....

Dan langit pun tetap mempesona saat mentari mulai hilang dari horizon, menyisakan kelebatan cahaya di awan


20 October 2009

Leuser Treaking by George - M 90437 ADB (bag II)

Day Four - 22.07.09
8am pendakian ke Selatan turun dari Pepanji dan sampai di Singamata (2.339dpl), 10am. Tampak arah Tenggara air terjun Sungai Alas kira-kira 200m tingginya, sangat indah tersembuyi di tengah pengunungan Leuser – bisa dicapai dari punggungan Angkasan 5 - 6 hari pulang pergi. Turun dari Singamata kemudian mendaki Bivak Lumut (2.313dpl), 12am, lalu turun dan mendaki lagi mencapai savanna pertama (2.424dpl), 1pm. Tiba Blanbeke (2.407dpl), 1.45pm yaitu gerbang masuk Leuser dan makan siang di sana. Perjalanan lalu turun naik savanna yang luas, dengan menyeberangi anak sungai Alas1 (2.284dpl), anak sungai Alas2 (2.286dpl) dan terakhir Sungai Alas utama (2.286dpl)
Dari Singamata nampak Air Terjun Sungai Alas [Insert] yang sangat indah, menyeruak di tengah ngarai yang dalam

Blangbeke – pintu gerbang Loser ditandai dua buah batu bersusun tinggi mirip Chorten yang merupakan ciri khas penanda arah di Himalaya

selebar 8 -10m. Sungai jernih sedalam 40cm (saat kemarau) ini sangat dingin dan batuan dasarnya sangat licin. Setelah mengambil air segar, jalur selanjutnya masih savanna sampai di batas akhir hutan perdu bernama Blang Panjang (2.458dpl), 6pm. Camp sangat luas, berangin tapi matahari terbenamnya indah, namun sayang tiada air.

Setelah menyeberangi dua anak sungai dan Sungai Alas Utama [atas], pendakian dilanjutkan ke arah Timur menuju Blang Panjang (1) dan keesokan hari menuju Kolam Badak (2) di arah Tenggara

Day Five - 23.07.09
8am pendakian menuju Tenggara melewati hutan perdu dan satu tanjakan terjal nan putus menuju Kolam Badak (2.715dpl) 11am, tempat menimbun Logistic #2. Tanjakan terjal ditambah banyaknya pohon tumbang masih berlanjut terus sampai 2.878dpl. Kemudian dilanjutkan menyusuri punggungan Singamata (sisi kanan jurang – sayang tertutup kabut tebal), turun naik hingga sampai Bivak 3 (2.971dpl) 4pm. Perjalanan berlanjut namun karena hujan bertambah lebat, suhu turun, basah kuyub maka akhirnya diputuskan berkemah di 2.891dpl, 5.30pm. Camp seadanya, air dari waterpond.

Day Six - 24.07.09
8am memulai perjalanan dan tiba di Camp Tanpa Nama (2.878dpl), 10am sebuah savanna kecil. Kemudian mendaki punggungan Singamata kembali sampai di Bivak Kaleng (2.932dpl), 1pm, tempat menimbun Logistic #3. Setelah makan siang mendaki kembali, naik turun naik punggungan panjang sampai berkemah di Bivak Batu (2.940dpl), 5.30pm. Camp site luas, air dari waterpond, pemandangan yang indah saat matahari terbenam dan terbit. Punggungan akhir Loser dan Leuser nampak jelas dari sini.

Saat matahari terbit di Bivak Batu, nampak Puncak Angkasan nun jauh di Utara


Day Seven - 25.07.09
8.30am melintasi savanna dan naik turun bukit, kemudian turun terjal ke Tenggara untuk menyeberangi Krueng Kluet 1 (2.872dpl), 9.45am. Dari dasar lembah mendaki lereng terjal dan kemudian turun lagi menyeberangi Krueng Kluet 2 (2.901dpl), 10.45am. Kemudian mendaki hutan lumut, turun naik sampai menembus 3000an m dan tiba di Simpang Tanpa Nama (3.202dpl), 2pm. Puncak Tanpa Nama (3.450dpl).

Perkemahan Bivak Batu di pagi hari – Andy bersama Loserian [ki-ka] Udin, Nasir, Topan, Maisar dan porter Udin [jongkok]. Nampak dikejauhan arah Tenggara – Puncak Tanpa Nama (1) dan Selatan – Puncak Loser (2)

bisa didaki sekitar 4 jam arah Timur. Pendakian berlanjut ke arah Selatan, turun naik hutan dan perdu hingga tiba di Camp Paya (3.116dpl), 4.20pm dan dilanjutkan 30 menit jalan agak rata sampai di Alun-Alun Loser (3.128dpl) a.k.a Lapangan Bola (savanna yang luas).

Batuan raksasa saling bertumpuk dalam perjalanan akhir ke puncak Loser

Akhirnya Puncak Loser dicapai saat matahari nyaris terbenam, nampak Puncak Leuser menjulang di sisi kiri

Summit attack diputuskan berlanjut, melintasi savanna, turun naik bukit bertanaman perdu hingga tiba di kawah mati. Kemudian pendakian sedikit memutar ke sisi Timur menuju Puncak Loser karena sisi Barat berupa tebing. Setelah pendakian landai yang panjang dan

Menuruni sisi Selatan dari Puncak Loser, nampak jalur menuju Puncak Leuser yang beruntung terkuak dari kabut

berpacu dengan saat matahari terbenam, akhirnya kami tiba di Loser (3.414dpl) 7pm. Thanks God, separuh perjalanan terlewati sudah dengan selamat. Bermalam di puncak, hanya cukup untuk kedua tenda kami, sedang air kebetulan sudah diambil dari sungai kecil menjelang plataran besar menuju puncak. Sejenak menikmati malam yang indah, tampak di nun jauh pesisir Barat Aceh dan kerlap-kerlip nelayan di lautan Hindia. Sinyal HP ada kembali, sekitar 2 - 3 bar walau kadang hilang saat kabut dan angin kencang dan memungkin kami mengabari keluarga dan teman setelah seminggu lamanya tanpa komunikasi dengan dunia luar.



19 October 2009

Leuser Treaking by George - M 90437 ADB (bag I)

Dear Penikmat Blogger Mahitala,
Pada kali ini kami akan menampilkan berita perjalanan yang dilakukan oleh George (M 90437 ADB). Perjalanan dan cerita George kali ini mengenai pencapaian beliau ke Gunung Leuser, Aceh yang terkenal dengan track panjang dan keindahan alam yang sungguh sangat menakjubkan. Cerita George ini akan dibagi-bagi menjadi beberapa postingan.
Selamat Menikmati

Salam,
M 2000511 ATSA

========================================


Pendaki mana yang tidak kesengsem dengan keindahan Gunung Leuser – hutan tropis yang sangat kaya flora dan fauna serta diakui sebagai salah satu paru-paru dunia. Terletak di Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Gayo Luwes, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), merupakan kekayaan alam nusantara yang harus dilestarikan dan diperkenalkan bagi khayalak umum, dan pencinta alam khususnya.

Beruntung ada kesempatan yang memungkinkan, maka Andy Hermawan dan George Surjopurnomo (M 90347 ADB) bermaksud mendakinya melalui jalur Kedah. Direncanakan berlangsung selama 14 hari dengan menyertakan seorang pemandu dan dua porter, mulai dari tanggal 19 Juli – 1 Agustus 2009. Pendakian menggunakan siege tactic, di mana semua perlengkapan dan logistik diangkut sesuai pergerakan menuju puncak, dan perbekalan “ditimbun” di beberapa lokasi untuk meringankan beban perjalanan.

Ucapan terima kasih setulusnya untuk guide kami NASIR dan porter TOPAN Julpan dan MAISAR yang menyertai dan mendukung penuh perjalanan ini. Terima kasih sudah berbagi banyak khasanah budaya Aceh khususnya Gayo Luwes dan gelang rotan yang dirajut Maisar. Kepada Mr. Jali yang sudah mempersiapkan guide-porter, mengurus perijinan dan menyambut kami di kediamannya. Santoso dan Sandy yang rela bersusah payah mengantar kami ke Kedah dan menjemput kembali ke Medan. Juga keluarga, MAHITALA UNPAR dan teman-teman yang selalu memberikan semangat, dukungan moril dan khususnya doa.

Berikut ini adalah laporan singkat perjalanan lengkap dengan dokumentasi, jalur pendakian, titik koordinat (GPS waypoint) dan catatan lainnya. Semoga dapat bermanfaat mengingat minimnya data atau publikasi mengenai pendakian ke Gunung Leuser, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang hendak mengenalnya.



17.07.09
Meninggalkan Jakarta menuju Medan dengan menggunakan Lion Air last flight (9 - 11.20pm). Tiba di Medan dijemput dan menuju kediaman Santoso untuk packing ulang dan beristirahat.


18.07.09
Berangkat subuh dengan kendaraan sewaan – bukan umum (BTN atau Karisma) mengingat dua backpack 95+110 lt. berisi perlengkapan pribadi dan Tim, serta sebuah backpack 80 lt berisi logistik. Rute perjalanan dari Medan menuju Kedah (kaki G. Leuser), melalui Kabanjahe (Sumut), kemudian mengarah ke Utara melintasi perbatasan Sumatera Utara (Sumut) – NAD menuju Kutacane.

Sayang jalan antar propinsi tersebut rusak berat, perbaikan jalan dan jembatan dimana2 tiada yang tuntas, harus ditempuh sekitar 9 - 10 jam sampai di Blankejeren. Ibukota Kabupaten Gayo Luwes (hasil pemekaran DATI-II NAD) ini sangat maju, namun sayang penerangan masih mengandalkan PLTD, jalan bagus dan ekspansi sampai ke desa-desa dan bisa mencapai Kedah dalam sejam. Dari Blankejeren (NAD) lalu belok ke kiri melewati Kutapanjang (kota kecil), desa Palosan dan kira-kira satu jam kemudian tiba di rumah Mr. Jali (Rajali Jamali) - 1.242 dpl, guide perintis Leuser sejak 1980-an. Disambut ramah Mr. Jali yang saat itu rumahnya dijadikan base camp kontraktor jalan raya, kami langsung membahas rencana perjalanan sebelum beristirahat untuk pendakian esok hari.


Day One - 19.07.09
Pagi hari kami berkenalan dengan guide Nasir, porter Topan dan Maisyar yang ternyata masih belanja logistik dan perlengkapan mereka. Mereka relatif masih muda, terutama Maisyar yang baru setahun tamat SMA. 12AM, cuaca sangat cerah, matahari persis di atas kepala, Tim meninggalkan Kedah menuju arah Barat Daya ke Sinebruk Green - 1,370dpl (bungalow rumah panggung milik Mr. Jali) melewati Wisma Pemda (yang sayang tidak terurus – padahal ada pemandian alamnya). Sempat makan siang di Sinebruk sambil menunggu Nasir dkk repacking dan berpisah dengan Santoso yang langsung kembali ke proyek di Medan.

2PM memulai trekking, masuk hutan lebat yang terjal dan sampai di Tobacco Hut (1,667dpl) 4.30pm – bekas perkebunan yang tidak terawat lagi. Dari sini tampak Kedah hingga Blangkejeren membentang luas di bawah sana. Kira-kira 10 menit kemudian sampailah di batas hutan. Mulai pendakian terjal kemiringan 70 - 80derajat, sekitar satu jam sampai di pertigaan, arah ke kanan untuk mengambil air. Sangatlah meguras tenaga di hari pertama dengan beban luar biasa berat, akhirnya tiba di Simpang Angkasan (2,207dpl) 8.20pm.

Camp site cukup besar dan lapang walau ada di tengah hutan. Di sana sudah berada ekspedisi K0-19 Pencinta Alam Fakultas Teknik Universitas Hasanudin, Makasar yang berangkat pagi hari.

[Atas] Pemandangan jalur pendakian menuju Tobacco Hut (1). [Tengah] Keluarga Penghuni Tobacco Hut. [Bawah] Dari batas hutan (2) pendakian sangat terjal menuju Simpang Angkasan. Tampak Puncak palsu di kejauhan, bergaris dua putih (tebing longsor) (3) dimana Puncak Angkasan sendiri berada di belakangnya


Day Two - 20.07.09
7.40am pendakian dimulai, jalur cukup nyaman karena tidak terlalu terjal dan tiba di Camp 1 (2.551dpl) 10.20am. Selepas Puncak palsu (tebing longsor ada di sisi kiri) pada 2.600dpl, melewati batas vegetasi dan hutan lumut sambil menyusuri punggungan di bawah terik matahari, kami tiba di Puncak Angkasan (2.915dpl) pada 3pm. Pertama kali bisa melihat jajaran puncak Loser-Leuser nun jauh di Selatan, terbelah ngarai dalam yang luar biasa luas – hm masih seminggu lagi kita kesana. Setelah istirahat mulai bergerak ke Timur, turun naik punggungan sampai di Kayu Manis 1 (2.816dpl) 6pm. Ada 3 - 4 camp site, di antara belukar, agak terlindung dari angin. Air didapat dari waterpond.


Setelah melewati Puncak palsu, pemandangan ke arah Selatan nampak Puncak Angkasan (1) dan kemudian pendakian berbelok ke Barat menuju Kayu Manis 1 (2)

Day Three - 21.07.09
8am melanjutkan pendakian ke Timur, turun naik punggungan melewati Kayu Manis 2 (2.769dpl), 10.30am dan Kayu Manis 3 (2.623dpl), 11.45am, lalu berbelok ke Selatan menuruni lereng curam hingga Lintasan Badak (2.200dpl), 2.30pm. Setelah menimbun logistic #1, dimulailah pendakian panjang menuju puncak Pepanji (2.442dpl), 6pm. Ada 2 - 3 campsite, air diambil dari waterpond.

16 October 2009

TIM SAR MAHITALA Berkaya di Padang

Dear All,
Berikut adalah beberapa foto-foto hasil SAR Padang kemarin yang berhasil diabadikan. MAHITALA UNPAR sendiri tergabung bersama TIM SAR Bandung Raya. Gempa Padang meninggalkan banyak korban dan kesedihan mendalam. Semoga apa yang kita lakukan kemarin sedikit bermakna bagi para korban walau hanya sedikit. Itu sudah cukup membanggakan bagi kita semua. Terima kasih kepada seluruh anggota MAHITALA yang menyumbangkan waktu, tenaga dan pikiran baik secara langsung maupun tidak langsung demi keberangkatan tim kecil ini guna menolong sesama kita.

salam,
M 2000511 ATSA



























01 October 2009

Sinar Harapan - Ekspedisi Elbrus Mahitala - Eiger 2009

Dear All,
Berikut adalah tulisan dari Budi Hartono Purnomo atau yang biasa dipanggil dengan BHP (M 78118 AS) yang bertualang bersama Sie Ling Go (M 80213 AGB) dan Franky Kowaas dari Federasi Mountaineering Indonesia yang berhasil mengibarkan Bendera merah Putih di puncak Elbrus tepat pada tanggal 17 Agustus 2009. Selamat menikmati....

AUUUKKKKKKKK !

salam,
M 2000511 ATSA

Chulu Far East Summit Attack

Dear all,
berikut adalah cerita yang dibuat oleh Suhanto (M 84263 AAL) yang berdomisili di San Diego, AS dalam pencapaian puncak Chulu East di Nepal. Setelah dari Chulu East, Suhanto akan bergabung dengan tim utama Mahitala untuk melakukan pendakian ke Annapurna Circuit.

JAYA MAHITALA !

salam,
M 2000511 ATSA

==================================

18 September 2009, Summit Day
Pitch terakhir menuju puncak Chulu Far East (6059m) relatif curam. Kemiringan sekitar 60 sampai 75 derajat. Terkadang sepatu plastik yang ber-crampon tetap slip karena lembutnya salju yang relatif masih "fresh". Ini menyebabkan nafas menjadi tidak teratur, dan di ketinggian 6000an meter ketidak teraturan nafas sukar sekali dikendalikan, rasanya seperti leher sedang tercekik, para-paru "struggle" untuk mendapatkan oksigen.

Badan saya sudah sudah sangat lelah karena hampir 9 jam kami mendaki. Sudah sekitar 900 meter "fix rope" dipasang dari "high camp" (5379m) menuju puncak. Hanya kekuatan doa dan mental yang tersisa yang bisa menggerakkan langkah kaki. Setiap kata dalam bait doa saya sinkronisasikan dengan tarikan dan hembusan udara masuk-keluar paru-paru. Dengan sendirinya tarikan dan hembusan napas ini diikuti dengan langkah-langkah kaki kecil.

Waktu kami meninggalkan "high camp" jam 6:30 pagi, matahari masih bersinar sangat cerah. Tapi sejak sekitar jam 11an matahari sudah menghilang terhalang awan kabut tebal. Ini menyebabkan udara menjadi jauh lebih dingin. Saya terus berdoa supaya cuaca menjadi lebih cerah. Tapi rupanya doa saya kurang manjur. Saya sempat berpikir untuk menelpon anak saya Andrew (di San Diego) karena Andrew yang baru berumur 5 tahun kalau berdoa bisanya sangat manjur; tapi karena di California tengah malam dan pasti sedang tertidur lelap, niat tidak saya teruskan.

Saya terus melangkah naik perlahan-lahan. Puncak sudah sangat dekat. Saya medongak ke atas, dan saya lihat Kancha Sherpa, climbing guide saya, sedang mengambil foto detik-detik saya mencapai puncak. Suasana sangat sepi dan damai, hampir tidak ada suara selain hembusan angin yang tidak terlalu kencang. Yang terlihat di sekitar hanya warna putih salju dan kabut tebal. Ascender (jumar) saya sudah tinggal beberapa senti lagi dari "anchor" di atas puncak. Kancha mengambil "safety line" saya tanpa berkata dan bunyi "klik" terdengan sangat jelas di tengah kesunyian pada saat "safety line" saya dihubungkan dengan "anchor". Segera saya melepas ascender dari tali dan memanjat ke atas.

Saya berdiri tegak di pelataran puncak yang sempit, sekitar 2 meter persegi. Saya lihat jam menunjukkan pukul 3:23 PM, waktu setempat. Sekali lagi Tuhan mengijinkan saya berada di tempat tinggi yang sakral ciptaaanNya. Kancha menunjuk ke tempat dimana saya bisa duduk, dan sambil berkata "careful" melepas "safety line" saya dari "anchor", karena di belakang sudah menyusul Tony dan Pasang Sherpa untuk mencapai puncak.

Tony adalah pendaku asal Inggris yang secara kebetulan sekali juga akan mendaki puncak Chulu dengan waktu yang sama persis dengan saya. Dan karena keterbatasan tim pendukungnya, dia memilih untuk bergabung dengan tim Mahitala, dan saya terima dengan tangan terbuka. Pasang adalah salah satu tim sherpa pendukung untuk tim Mahitala.

Setelah Kancha melepas "safety line" saya dari "anchor" segera saya duduk di tempat yang aman dan membuat "anchor" dengan "ice axe" saya dan menghubungkan "safety line" saya. Akhirnya setelah Tony dan Pasang juga mencapai puncak kami berfoto bersama. Saya berfoto bersama Kancha dengan bendera Mahitala. Sengaja saya tidak mengambil foto saya sendiri di puncak karena dengan rendah hati saya akui tanpa Kancha dan Pasang yang mendukung saya selama pendakian (memesang tali, membawa pelengkapan dll), dan dengan setia mendampingi di saat-saat sulit, mustahil untuk saya mencapai puncak.

Ini adalah catatan kecil tentang perjuangan mencapai puncak dan kebersamaan di alam bebas yang melampaui batas-batas asal-usul, negara, ras, agama dll.

Bukan tentang penaklukan puncak, karena alam tidak bisa ditaklukan oleh manusia. Sesungguhnya manusia hanyalah sebagian kecil dari alam semesta.

Juga bukan tentang kemenangan, karena di alam bebas tidak ada yang diperlombakan. Yang perlu dikalahkan adalah diri sendiri.

It's the struggle, not the triumph.

Yang penting disini adalah bahwa di alam bebas, yang kadang menampakkan wajah cantiknya, dan kadang menampakan dahsyat amarahnya, kita bisa belajar mengenal diri sendiri lebih dalam dan jujur. Bahwa kita bisa belajar membantu satu sama lain dan setia satu sama lain dalam tantangan kondisi alam yang kadang menantang.

Catatan perjuangan ini saya persembahkan untuk istri dan anak2 saya, serta seluruh kakak adik di Mahitala.

Ditulis di Yak Kharka campsite 19 September 2009.
Ditransfer dari Changi Airport 28 September 2009.


Foto 1 : FSH dan Pasang Sherpa saat summit attack


Foto 2 : FSH mendaki medan batu campur salju/es saat summit attack


Foto 3 : FSH (depan), Tony, dan Pasang Sherpa saat mendekati puncak Chulu Far East (6059 m)


Foto 4 : (dari kiri ke kanan) Pasang Sherpa, FSH, dan Tony duduk di puncak Chulu Far East



Foto 5 : Kancha Sherpa (kiri) dan Sonnam Sherpa (panggilan yang diberikan oleh para sherpas untuk FSH) di Puncak Chulu Far East (6059 m)