01 October 2009

Chulu Far East Summit Attack

Dear all,
berikut adalah cerita yang dibuat oleh Suhanto (M 84263 AAL) yang berdomisili di San Diego, AS dalam pencapaian puncak Chulu East di Nepal. Setelah dari Chulu East, Suhanto akan bergabung dengan tim utama Mahitala untuk melakukan pendakian ke Annapurna Circuit.

JAYA MAHITALA !

salam,
M 2000511 ATSA

==================================

18 September 2009, Summit Day
Pitch terakhir menuju puncak Chulu Far East (6059m) relatif curam. Kemiringan sekitar 60 sampai 75 derajat. Terkadang sepatu plastik yang ber-crampon tetap slip karena lembutnya salju yang relatif masih "fresh". Ini menyebabkan nafas menjadi tidak teratur, dan di ketinggian 6000an meter ketidak teraturan nafas sukar sekali dikendalikan, rasanya seperti leher sedang tercekik, para-paru "struggle" untuk mendapatkan oksigen.

Badan saya sudah sudah sangat lelah karena hampir 9 jam kami mendaki. Sudah sekitar 900 meter "fix rope" dipasang dari "high camp" (5379m) menuju puncak. Hanya kekuatan doa dan mental yang tersisa yang bisa menggerakkan langkah kaki. Setiap kata dalam bait doa saya sinkronisasikan dengan tarikan dan hembusan udara masuk-keluar paru-paru. Dengan sendirinya tarikan dan hembusan napas ini diikuti dengan langkah-langkah kaki kecil.

Waktu kami meninggalkan "high camp" jam 6:30 pagi, matahari masih bersinar sangat cerah. Tapi sejak sekitar jam 11an matahari sudah menghilang terhalang awan kabut tebal. Ini menyebabkan udara menjadi jauh lebih dingin. Saya terus berdoa supaya cuaca menjadi lebih cerah. Tapi rupanya doa saya kurang manjur. Saya sempat berpikir untuk menelpon anak saya Andrew (di San Diego) karena Andrew yang baru berumur 5 tahun kalau berdoa bisanya sangat manjur; tapi karena di California tengah malam dan pasti sedang tertidur lelap, niat tidak saya teruskan.

Saya terus melangkah naik perlahan-lahan. Puncak sudah sangat dekat. Saya medongak ke atas, dan saya lihat Kancha Sherpa, climbing guide saya, sedang mengambil foto detik-detik saya mencapai puncak. Suasana sangat sepi dan damai, hampir tidak ada suara selain hembusan angin yang tidak terlalu kencang. Yang terlihat di sekitar hanya warna putih salju dan kabut tebal. Ascender (jumar) saya sudah tinggal beberapa senti lagi dari "anchor" di atas puncak. Kancha mengambil "safety line" saya tanpa berkata dan bunyi "klik" terdengan sangat jelas di tengah kesunyian pada saat "safety line" saya dihubungkan dengan "anchor". Segera saya melepas ascender dari tali dan memanjat ke atas.

Saya berdiri tegak di pelataran puncak yang sempit, sekitar 2 meter persegi. Saya lihat jam menunjukkan pukul 3:23 PM, waktu setempat. Sekali lagi Tuhan mengijinkan saya berada di tempat tinggi yang sakral ciptaaanNya. Kancha menunjuk ke tempat dimana saya bisa duduk, dan sambil berkata "careful" melepas "safety line" saya dari "anchor", karena di belakang sudah menyusul Tony dan Pasang Sherpa untuk mencapai puncak.

Tony adalah pendaku asal Inggris yang secara kebetulan sekali juga akan mendaki puncak Chulu dengan waktu yang sama persis dengan saya. Dan karena keterbatasan tim pendukungnya, dia memilih untuk bergabung dengan tim Mahitala, dan saya terima dengan tangan terbuka. Pasang adalah salah satu tim sherpa pendukung untuk tim Mahitala.

Setelah Kancha melepas "safety line" saya dari "anchor" segera saya duduk di tempat yang aman dan membuat "anchor" dengan "ice axe" saya dan menghubungkan "safety line" saya. Akhirnya setelah Tony dan Pasang juga mencapai puncak kami berfoto bersama. Saya berfoto bersama Kancha dengan bendera Mahitala. Sengaja saya tidak mengambil foto saya sendiri di puncak karena dengan rendah hati saya akui tanpa Kancha dan Pasang yang mendukung saya selama pendakian (memesang tali, membawa pelengkapan dll), dan dengan setia mendampingi di saat-saat sulit, mustahil untuk saya mencapai puncak.

Ini adalah catatan kecil tentang perjuangan mencapai puncak dan kebersamaan di alam bebas yang melampaui batas-batas asal-usul, negara, ras, agama dll.

Bukan tentang penaklukan puncak, karena alam tidak bisa ditaklukan oleh manusia. Sesungguhnya manusia hanyalah sebagian kecil dari alam semesta.

Juga bukan tentang kemenangan, karena di alam bebas tidak ada yang diperlombakan. Yang perlu dikalahkan adalah diri sendiri.

It's the struggle, not the triumph.

Yang penting disini adalah bahwa di alam bebas, yang kadang menampakkan wajah cantiknya, dan kadang menampakan dahsyat amarahnya, kita bisa belajar mengenal diri sendiri lebih dalam dan jujur. Bahwa kita bisa belajar membantu satu sama lain dan setia satu sama lain dalam tantangan kondisi alam yang kadang menantang.

Catatan perjuangan ini saya persembahkan untuk istri dan anak2 saya, serta seluruh kakak adik di Mahitala.

Ditulis di Yak Kharka campsite 19 September 2009.
Ditransfer dari Changi Airport 28 September 2009.


Foto 1 : FSH dan Pasang Sherpa saat summit attack


Foto 2 : FSH mendaki medan batu campur salju/es saat summit attack


Foto 3 : FSH (depan), Tony, dan Pasang Sherpa saat mendekati puncak Chulu Far East (6059 m)


Foto 4 : (dari kiri ke kanan) Pasang Sherpa, FSH, dan Tony duduk di puncak Chulu Far East



Foto 5 : Kancha Sherpa (kiri) dan Sonnam Sherpa (panggilan yang diberikan oleh para sherpas untuk FSH) di Puncak Chulu Far East (6059 m)

2 Comments:

At October 01, 2009 6:51 PM, Blogger Unknown said...

Bravo Suhanto, Bravo Mahitala!!!

 
At December 26, 2009 7:35 PM, Anonymous Anonymous said...

Bendera Mahitalanya kalau agak gedean dikit lebih keren kali ya. Itu bendera "M" kreasi dan ide dari Sigit Sudibyo, Monty,Zaska, Wiwik, Rachmat W dll waktu awal dibuat ada penunjuk arah 4 mata angin, terus dihilangkan spy lebih keren.
Huebat tenan Mahitalaku.
Salam hormat sajalah dari M74002 buat semuanya.

 

Post a Comment

<< Home