29 April 2009

Tim Ekspedisi Pegunungan Sudirman - Suara Pembaruan

Dear all,

berikut kisah Tim Ekspedisi Pegunungan Sudirman yang dimuat di Suara Pembaruan. Artikel dicomot dari situs SP Online. Kisah berikutnya menyusul seiring penerbitan artikel pada edisi selanjutnya.

Selamat menikmati.

Salam,
Anti ~ M97482AMWA


2009-04-21
Tim Mahitala Unpar memandang sebuah danau dalam ekspedisi menaklukkan Pegunungan Sudirman, Papua mulai Januari sampai Maret 2009. Foto: Julius Mario

Mahitala Unpar (1) Mahasiswa Penakluk Puncak Sudirman

Julius Mario, ketua ekspedisi Mahitala Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, sangat gembira. Dua puluh lima tahun menanti, akhirnya ekspedisi menaklukkan puncak Pegunungan Sudirman di Papua berhasil. "Penantian dan kerja keras selama setahun mempersiapkan segala sesuatu, terbayar sudah," kata Julius bangga.

Dia menuturkan, ekspedisi kali ini melibatkan 11 personel Mahitala Unpar, yakni Julius Mario (ketua ekspedisi), Frans (koordinator operasi), Angga Pradipta (koordinator pendakian), Rangga Wakita (observasi flora & fauna), Sofyan Fesa (manajer base camp), Yoga Smara (logistik & komunikasi), Wildan Thareq (medis), Janatan Ginting (pendakian), Broery Andrew (pendakian), Alexander Reyner (dokumenter fotografi), dan Rondor Gideon (dokumenter audiovisual).

"Di sini kami berdiri, menikmati birunya danau di atas ketinggian. Kami berada di Pegunungan Sudirman, salah satu jajaran di pegunungan tengah Papua yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Papua," katanya.

Frans yang merangkaikan pengalaman perjalanan itu dalam beberapa tulisan di harian ini menuturkan, tim berangkat dari Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, pada 15 Januari 2009. Tim dibagi menjadi dua. Perjalanan kali ini lancar, setelah sebelumnya masalah datang bertubi-tubi. Penerbangan tim Mahitala dengan pesawat Hercules sempat ditunda hingga dua kali, dengan alasan kelangkaan avtur.

Penerbangan berikutnya dilakukan, tetapi tidak semua anggota tim ikut, karena pesawat mengangkut helikopter beserta mesinnya dari Semarang. Maka strategi diubah, tidak semua anggota tim berangkat. Dengan beban logistik yang harus diangkut pesawat Hercules seberat 789 kilogram, maka tim mengirim terlebih dahulu lima orang, yang terdiri dari Broery, Dion, Rangga, Frans, dan Ian. Mereka berangkat terlebih dahulu menuju Timika. Sisanya menyusul bersama logistik berikutnya dengan pesawat komersial.

Tidak ada masalah berarti selama perjalanan hingga Pegunungan Sudirman. Dukungan dari PT Freeport Indonesia (PTFI) mempermudah akses kami. Guardian Angels, begitulah sebutan untuk para pihak yang telah membantu tim di Tanah Papua, dari awal hingga selesainya ekspedisi.

Frans menuturkan, tibalah waktunya operasi pelaksanaan dimulai. Tim Mahitala berada di tengah-tengah jajaran Pegunungan Sudirman. Di arah timur, satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia terlihat seperti mata pisau, didampingi Puncak Soekarno yang dihiasi salju putih. Di arah barat, Idenburg berdiri tegak didampingi dua jajaran puncak lagi, yaitu Alice dan Cinderella Ridge. Nama yang diberikan oleh The White Spider Heinrich Harrer, orang pertama yang mencapai puncak Idenburg. Bersama Phillip Temple, mereka mengeksplorasi Pegunungan Sudirman dengan pencapaian lebih dari 30 puncak. "Inilah target kami, daerah yang kami bayangkan dari peta dan foto udara selama 10 bulan, kini berada di depan mata kami," kata Frans.


Awal Operasi

Sepanjang mata memandang, jajaran pegunungan tiada habisnya, Batuan gamping berumur jutaan tahun menjadi pemandangan harian. Pegunungan Tengah memang merupakan salah satu bentangan karst terpanjang dan terbesar di dunia. Di antara gunung-gunung ini, terdapat celah yang digunakan sebagai jalur, salah satunya dapat mengantarkan tim Mahitala menuju Danau Idenburg. Peta dan kompas digunakan dengan bantuan global positioning system. "Itu dia celahnya, jalur menuju danau yang sudah kita plot di peta," teriak Angga.

Angga pun melakukan briefing dan hasilnya, ada tim yang melakukan survei jalur dan ada yang drop logistik. Tim diberkahi cuaca cerah di awal kedatangan, tetapi cepatnya kenaikan elevasi dan kurangnya aklimatisasi cukup mengganggu kerja tubuh. Tentu saja acute mountain sickness menjadi perhatian utama, sebuah penyakit ketinggian yang konon cukup mematikan. Pusing, mual, dan kehilangan nafsu makan mulai dirasakan anggota tim. Tetapi, semuanya itu bisa diatasi dengan banyak minum dan bergerak, serta membiasakan tubuh dengan suasana alam di ketinggian.

Dengan logistik yang hampir mencapai satu ton, perpindahan logistik adalah salah satu cara yang cukup membantu tim menyesuaikan diri. Hal ini pun tidak mudah, karena dengan berjalan 10 meter, kami merasa seperti berlari cepat 100 meter. Paru-paru terasa seperti terbakar. Oksigen yang masuk tidak memenuhi jumlah yang dibutuhkan paru-paru. Hujan lebat dan angin kencang memperumit kondisi anggota tim, mengakibatkan dingin yang menusuk hingga ke tulang. "Apakah kami mampu? Ini adalah pengalaman pertama kami berekspedisi di daerah Alpine (ketinggian lebih dari 4.000 m)," kata Julius.

Sampailah tim di Mahitala Base Camp, setelah tiga hari perpindahan logistik. Lembah gantung yang indah, yang tersembunyi menyimpan misteri. Danau Idenburg membuat terpana. "Bagaimana rasanya menjadi orang pertama yang menemukan danau ini ya?" tanya Mario sambil mengagumi keindahan Danau.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home