08 November 2007

Wawancara Mahitala oleh Pikiran Rakyat - Bandung

Teman-teman penikmat Blog Mahitala,
Saat ini beberapa media cetak sedang memuat berita-berita mengenai perjalanan Mahitala Everest Basecamp (M-EBC) dan Annapurna Circuit 2006 silam. Diantaranya harian Pikiran Rakyat (Bandung) yang memuat cerita bersambung karya Sie Ling dan wawancara dengan Ian dan Mario yang juga merupakan salah satu peserta M-EBC bersama Sie Ling juga melakukan perjalanan ke Annapurna Circuit untuk mengunjung Torung La Pass ( pass tertinggi di dunia). Dan media yang lainnya adalah Intisari (Nasional) yang menghadirkan cerita bersambung perjalanan 21 anggota Mahitala di M-EBC karya dari Budi Hartono Purnomo yang akrab disapa BHP.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Ian, Mario dan Milka (ketua Dewan Pengurus Mahitala Unpar ke 32) yang saya kopi dari situs PR ( http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/032007/01/kampus/ukm.htm ). Berikut hasil wawancaranya. Selamat menikmati....

==================================================

Mahitala Unpar
”The Real Indonesian”

Mimpi setiap pendaki gunung adalah bisa menaklukkan gunung yang paling tinggi di dunia. Dan, mimpi itu pula yang membayangi para pencinta alam dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mahitala Universitas Parahyangan.

Sejak tahun 1974, Mahitala sudah punya 800 anggota. Sejak berdiri, hampir semua gunung, lembah, sungai, gua, dari ujung barat sampai timur Indonesia sudah dijelajahi. Tapi masih ada saja mimpi lain yang sulit untuk diwujudkan.

Salah satu mimpi anggota Mahitala dari tahun 80-an adalah pergi ke Nepal. Mimpi ini baru terwujud pada Oktober 2006 lalu. Pada 27 Oktober 2006, 21 orang anggota Mahitala berangkat ke puncak Kalapatar (5.545 m dpl/dari permukaan laut), lalu mampir ke basecamp Everest (5.356 m). Dan, dua orang anggota yang masih kuliah mendaki Pegunungan Annapurna yang memiliki ketinggian 5.416 m dpl. Dua orang itu, Julius Mario dan Sofyan Arief Fesa.

Menurut Mario, perjalanan itu bukan sekadar jalan-jalan, tetapi bagian dari program ekspedisi Mahitala. Hanya saja, program ini terus tertunda karena berbagai rintangan teknis dan biaya.

Perjalanan 21 orang tersebut sebenarnya dapat dikatakan selesai ketika mencapai basecamp Everest. Tapi, Julius dan Sofyan berencana untuk meneruskan perjalanan ke Anapurna. "Kami disidang dulu di Nepal. Kami yakinkan bahwa persiapan kami cukup," ujar Mario, anggota yang masuk tahun 2003.

Sidang meluluskan keinginan mereka. Hasilnya, mereka mampu mencapai Pass (celah di antara dua gunung) tertinggi di dunia, bernama Thorungla. Rasa kesal dan balutan hawa dingin serasa hilang ketika kaki menapak Pass dan bendera Mahitala dikibarkan. Lalu apa yang didapatkan setelah sampai titik tertinggi itu?

"Saya menangis. Terakhir saya menangis tahun 2004 di Bengkulu," ujar Mario.

"Saya memilih diam dan berpikir ke belakang. Akhirnya semuanya terwujud," lanjut Sofyan Arief Fesa.

Kiranya, yang paling berkesan di atas sana, menurut mereka, ketika menolong seorang anak Belgia yang mengalami hipotermia. Mereka berdua terhenyak ketika disebut sebagai "The Real Indonesian".

Cita-cita ke Nepal sudah terwujud. Tapi masih adakah mimpi lain dari Mahitala? Mahitala masih bermimpi mendaki puncak Idenburg. Ini adalah eskpedisi untuk mencapai prestasi sebagai orang Indonesia pertama yang mencapainya.

Di-push up

Menggapai mimpi tidak lantas grasa-grusu. Mahitala memiliki nilai yang sakral jika menyangkut pencapaian mimpi itu. Nilai itu adalah soal kerapihan. Menurut Mario, rapih merupakan bagian yang terpisahkan dari keselamatan menjelajah alam bebas.

Menurut Milka, ketua dewan pengurus (DP) saat ini, kerapihan dalam menggelar perjalanan ditinjau dari data perjalanan dan kebutuhan logistik. Dan, yang terpenting, kekompakan tim. Di Mahitala, pihak yang meninjau sesi pengembaraan para anggota muda adalah sidang. Sidang ini melibatkan anggota lama. Sidang akan menilai sejauhmana tim menyiapkan. Kalau tidak layak, tidak diizinkan berangkat. "Karena mereka akan menembus daerah yang belum terjamah. Jadi semuanya harus termanajemen dengan rapih agar safety dan nyaman," ujarnya.

Selain diterapkan pada manajemen perjalanan, nilai kerapihan diwujudkan pula dari cara anggota Mahitala merawat peralatan; tali, perahu, carabiner sampai helm rafting (arung jeram). Seperti yang terjadi pada Senin (26/2), sekretariat dipenuhi peralatan yang baru dibersihkan.

Mario mengungkapkan, cara memperlakukan peralatan pun sangat diperhatikan. Seperti tidak boleh menginjak tali, menyeret perahu karet, dan membanting carabiner. Jika tidak dipatuhi hukumannya di-push-up. Menurutnya, benda-benda itu merupakan simbol keselamatan pencinta alam. "Menginjak sengaja atau tidak tetap saja dihukum. Lagi pula dapetin barangnya juga dari jualan balon sampai kaos," katanya.***

agus rakasiwi
kampus_pr@yahoo.com

================================================
(edited by Audy Tanhati)


1 Comments:

At April 09, 2011 10:08 AM, Anonymous Agus@ kayu jabon said...

mampir nich...
menarik sekali blog anda dan saya menyukainya..
salam....

 

Post a Comment

<< Home