PENDAKIAN KE PUNCAK-PUNCAK GUNUNG DI PEGUNUNGAN HIMALAYA - Bagian IV
PENDAKIAN KE PUNCAK-PUNCAK GUNUNG DI PEGUNUNGAN
Bagian IV :
Aklimatisasi ke
Namche Bazaar (3440 M) – Syhangboche Peak (3760 M) –
Namche Bazaar (3440 M)
“Not only during the ascent but also during the descent my will power is dulled. The longer I climb the less important the goal seems to me, the more indifferent I become to myself.
My attention has diminished, my memory is weakened. My mental fatigue is now greater than the bodily.
It is pleasant to sit doing nothing and therefore so dangerous. Death through exhaustion is like death through freezing a pleasant one”
Reinhold Messner
The Crystal Horizon
Gambar 14 – Everest region : Lower Khumbu – Partha S. Banerjee
Gambar 15 –
4 sekawan Tim Maoke 1983 - Mahitala Unpar, Senin 30 Oktober 2006
4 sekawan Tim EBC 2006 - Mahitala Unpar, yang juga Tim Maoke 1983 - Mahitala Unpar (dari kiri ke kanan : Tjandra Heru, Hasan Sunardi, Sani Handoko dan BHP) dengan latar belakang Mount Everest (8848 M),
“AMS” – (
AMS merupakan penyakit yang muncul pada pendaki gunung di ketinggian tertentu yang dapat berakibat fatal yaitu kematian. AMS dapat terjadi pada ketinggian di atas 2800 M tergantung kepekaan badan orang tersebut terhadap ketinggian dan gejala AMS muncul karena badan tidak bisa beradaptasi di ketinggian tertentu. Makin tinggi suatu tempat, maka tekanan udara menurun dan kadar oksigen menipis, oleh karena itu badan manusia harus menyesuaikan diri terhadap kondisi tersebut.
1) Amati gejala yang timbul pada badan kita.
Setiap orang harus mengerti dan tahu gejala AMS baik itu HAPE atau HACE, seperti : kepala pusing, kehilangan nafsu makan, mual-mual, muntah dan capai sekali. Biasanya ada pemicu (trigger) yang langsung menimbulkan gejala AMS seperti : kepanasan dibawah terik matahari, dehidrasi (kurang cairan dalam tubuh karena kurang minum), kepala terbentur tembok / pintu yang rendah, jatuh, tidur di ruangan berasap, minum obat-obatan yang salah dan berlebihan, batuk / bronchitis, flu.
Untuk kasus Sieling, AMS muncul segera setelah Sieling terjatuh (“ngegelinding”) waktu turun dari restoran panggung di Phunki – Tenga sehingga belakang kepalanya terbentur batu. Begitu gejala AMS muncul agar berhati-hati, jangan naik dan berhenti untuk tinggal beberapa saat agar badan dapat menyesuaikan diri, bila perlu bermalam atau segera turun.
2) Dilarang terus naik dan bermalam di tempat yang lebih tinggi bila sudah muncul gejala AMS
Kalau gejala masih ringan, dapat beristirahat saja, tapi tidak boleh naik. Biasanya karena gengsi orang akan “memaksa” naik karena malu sebab teman seperjalanannya terus naik. Ditemukan data bahwa korban meninggal karena AMS sebesar 80 % terjadi pada group pendaki yang diorganisir dengan baik. Padahal di Nepal pendaki dalam group hanya 40 % saja. Sementara pendaki yang melakukan perjalanan tidak dalam group besar lebih kecil resikonya.
Mengapa..??
Karena dalam suatu group besar biasanya seseorang yang terkena gejala AMS “malu” atau “gengsi” mengakuinya, terlebih karena rekan-rekan seperjalanan lainnya masih segar, tertawa dan terus mendaki. Gejala di tekan sekuat-kuatnya dan berperilaku tetap sehat padahal gejala AMS sudah jelas terlihat dan semakin parah.
Perhatian group leader maupun tour guide terpecah dan baru sadar setelah korban “shock” dan “collapse”, biasanya “hingar bingar” akan muncul, heboh, saling menyalahkan, main perintah, marah dan mengambil tindakan spontan yang kurang tepat dan bahkan memperburuk keadaan korban. Bila group kecil (kurang dari 5 orang) akan lebih aman, karena begitu ada yang sakit biasanya semua berhenti, beristirahat dan bermalam.
3) Segera turun bila gejala AMS terus memburuk dan jangan bermalam di tempat itu.
Biasanya terjadi bila seseorang kurang aklimatisasi, terlalu capai, kurang minum dan sudah berada jauh lebih tinggi di batas ketinggiannya (Acclimatisation Line). Sangat berbahaya bila kondisi seseorang dalam kondisi istirahat tetapi masih sulit bernafas (terkena HAPE) maka harus segera turun.
Apabila seseorang sudah turun ketempat yang lebih rendah dan sudah bebas dari gejala AMS, maka pendaki itu boleh naik lagi secara bertahap dan tidak jarang pendaki itu berhasil sampai puncak.
Beberapa obat yang perlu dibawa untuk membantu mencegah timbulnya gejala AMS.
§ ACETAZOLAMIDE (DIAMOX)
Diamox berguna untuk mengobati sakit kepala dan mual-mual, juga berguna untuk membantu tidur di malam hari di tempat tinggi karena membantu pernafasan.
Dosis yang diperlukan : 125 mg (setengah tablet) setiap 12 jam
Efek samping : - Kesemutan di tangan & kaki tapi tidak apa-apa
- Buang air kecil lebih banyak
- Tidak disarankan bagi yang alergi terhadap belerang / sulphur
§ DEXAMETHASONE (DECADRON)
Obat ini khusus mengurangi gejala yang timbul karena AMS – HACE terutama karena kurang aklimatisasi, seperti kepala pusing yang berat dan berkepanjangan dan gangguan / kehilangan keseimbangan badan. Obat ini punya pengaruh manjur untuk menghilangkan gejala AMS – HACE, meskipun AMS – HACE belum hilang sama sekali tetapi pendaki sudah merasa sembuh sehingga terus melanjutkan perjalanan maka akan lebih berbahaya, karena itu bila obat ini diminum, harus segera turun atau beristirahat total. Baik sudah sembuh dan lewat 24 jam tidak minum obat / serta tidak timbul gejala AMS – HACE, maka boleh melanjutkan perjalanan.
§ NIFEDIPINE
Obat ini khusus mengurangi gejala yang timbul karena AMS – HAPE terutama mengatasi problem jantung dan tekanan darah tinggi. Obat ini telah terbukti mampu mengurangi tekanan dalam pembuluh darah utama arteri di dalam paru-paru.
Dosis awal : 10 mg setiap 8 jam
Pemakaian obat ini juga dibarengi turun segera ketempat yang lebih rendah.
Sebagai contoh : NAMCHE BAZAAR (3440 M), dibulatkan menjadi 3500 M, berarti sewaktu bernafas, tubuh hanya mene
Pagi itu, Senin 30 Oktober 2006, sambil menunggu sarapan pagi, saya melemaskan badan (stretching), disamping Shangri-La Lodge tempat kami bermalam, sambil menatap puncak Kwangde (6187 M) yang tertutup salju. Udara begitu dingin hingga saya mengigil, secara otomatis saya melatih 3 jurus dasar “chi-gung” untuk menghangatkan badan. Tak lama saya merasa hangat karena aliran hawa hangatnya mulai mengalir ke tubuh menembus blokade hawa dingin. Terasa energi “chi” gunung itu amat besar. Seseorang mendekati saya, ternyata Samsyuliarto salah satu rekan Tim EBC 2006 – Mahitala Unpar, angkatan hujan konyal yang pendiam itu. Saya kenal samsu belum lama, dan hanya sekali bertemu waktu Sancosh meninggal dunia karena kecelakaan di Denpasar pentas tahun 2006, dan dimakamkan di Tanah Kusir
Samsu pribadi yang unik, meskipun pendiam tapi cerdas, penuh perhatian dan ingin selalu membantu rekannya yang menemui kesulitan. Saya merasa dekat dengannya karena ada persamaan pendapat dibeberapa hal.
Lelaki kidal ini ternyata menguasai tari
Perbincangan singkat pagi itu yang dilanjutkan selama jalan bareng ke
Saya diam dan kagum dengan pendapatnya yang sederhana dan pasrah. Kepasrahan ini justru yang membuat Samsu tegar dan mampu menyelesaikan seluruh rangkaian etape ke Everest Base Camp hingga kembali ke Lukla dan
Samsyuliarto – Angkatan Hujan Konyal berpose di sekitar
Namche Bazaar tampak dari Chhorkung. “Nauje –
Padang rumput dengan lereng miring dikaki gunung Thamserku, merupakan batas akhir landasan pesawat (Air Strip) sebelum menuju
Lapangan udara kecil ini dibangun awal tahun 1990 dengan tujuan untuk sarana angkut tamu hotel mewah Everest View Hotel dengan pesawat kecil. Konon tarif hotel cukup mahal, berkisar US$ 200 – 250 semalam dengan fasilitas hotel berbintang 4 serta panorama langsung menghadap
Lepas landasan pesawat ini kami mendaki terus hingga puncak Syhangboche (3760 M) sekaligus menikmati indahnya panorama Mount Everest, Nuptse dan Lhotse Ridge dari kejauhan dengan awan-awan putihnya di arah timur laut.
Pada arah tenggara tampak deretan pegunungan tinggi seperti Kangtega (6783 M), Thamserku (6608 M) dan Kusum Kanguru (6367 M). Sungguh indah sekali, cuaca sangat cerah di tingkah angin berdesir dingin mengalahkan terik matahari tersebut. Perjalanan turun dari
Tiba di Shangrila Lodge langsung ke restoran untuk makan siang dan bertemu rekan lain, a.l : Sieling, Ambrin, Irma, Tisi …dll. Acara makan siang sangat seru karena Tim EBC 2006 – Mahitala Unpar buka lagi logistik yang dibawa dari
Sempat “kasihan” juga dengan rekan yang lainnya seperti Tjandra Laksanadi (Didiet), Milug dan Ambrin yang pantang menyantap “sapi pendek” itu, sebagai gantinya mereka mendapat jatah abon “sapi tinggi” yang terus dipegang Didiet dan “tidak berbagi” dengan yang lain. Acara makan siang itu amat “heboh” dan tak beraturan yang sempat membuat pendaki negara lain “terganggu” dan merasa “tersisih”. Kadang-kadang
Saya sempat mendengar cerita bahwa rekan lain yang tidak ke Syhangboche Peak, melakukan aklimatisasi mendaki bukit menuju “gompa” di dekat Namche Bazaar untuk ketemu Lhama disana dan berdoa bersama penduduk local lainnya yang berdatangan dari desa sekitar Namche Bazaar seperti Phurtse – Thamu - Thame. Setelah itu beberapa rekan ke tempat wisata, bengkel perbaikan helikopter Rusia yang jatuh, ke kantor pos,….dll. Karena aklimatisasi bisa berjalan kemana saja tanpa harus mendaki bukit / gunung.
Saya mengamati bahwa Tim makin kompak, penuh canda ria. Yang paling rapi dan selalu memakai perlengkapan sempurna termasuk 2 bundel tas kamera yang tidak kurang dari 5 kg, juga trekking pole & kaca mata hitamnya adalah Suhanto, Angkatan Agni Loka. Suhanto saat ini menetap di San Diego
Namaste,
M-78188 AS
1 Comments:
Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu,...jadi kepingin naik gunung jg hehehe
Post a Comment
<< Home