Ekspedisi Bahau, 1990 (part 3)
MENGARUNGI SUNGAI BAHAU
Akhirnya kami berangkat juga mengarungi sungai Bahau. Para penduduk desa mengadakan acara ‘Saleng’ untuk melepas kepergian tim kami. Mereka semua berkumpul dan menyanyi, kemudian mereka ambil angus dari pantat kuali atau panci dan mengusapkannya pada wajah kami. Kebayang kan betapa serunya acara ini, bahkan ada yang memberi minyak terlebih dahulu biar lebih afdol dan susah dihilangkan. Acara ini diadakan agar para tamu yang telah meninggalkan mereka tidak lupa terhadap mereka, seperti hal-nya hitam jelanga yang susah hilang dari wajah kami.Dengan diawali doa dan yel-yel ‘Mahitala!’ yang diikuti oleh seluruh tim, termasuk para tukang perahu, dan diiringi nyanyian, kami mulai mendayung. Tak lupa Pak Harsono mengabadikan event ini. Selamat tinggal Apauping, entah kapan kami bisa ke sana lagi.
Hari pertama praktis kekuatan otot yang lebih berperan, karena air masih relatif tenang. Semakin mendekati senja, semakin asyik saja riaknya. Pada perjalanan pulang ini kami selalu berusaha mencapai target bermalam di desa, bukan hanya di pinggir sungai saja.
Setiap kali kami bermalam di desa, selalu ada yang dikerjakan. Misalnya minum balong atau tuak, menari, membantu mengobati penduduk dengan vitamin C dan B yang pahit bikinan Kimia Farma. Karena kami sudah dianggap sebagai Mantri Kesehatan, padahal cuma seksi P3K saja.
Hari pertama praktis kekuatan otot yang lebih berperan, karena air masih relatif tenang. Semakin mendekati senja, semakin asyik saja riaknya. Pada perjalanan pulang ini kami selalu berusaha mencapai target bermalam di desa, bukan hanya di pinggir sungai saja.
Setiap kali kami bermalam di desa, selalu ada yang dikerjakan. Misalnya minum balong atau tuak, menari, membantu mengobati penduduk dengan vitamin C dan B yang pahit bikinan Kimia Farma. Karena kami sudah dianggap sebagai Mantri Kesehatan, padahal cuma seksi P3K saja.
Hari selanjutnya, perjalanan makin menegangkan dan sekaligus nikmat. Di jeram Kerabang, kami scouting secara lebih hati-hati karena beda ketinggian yang cukup besar, sehingga menyerupai air terjun. Sayangnya kami mengambil start terlalu dekat dengan jeramnya, sehingga perahu sedikit berputar dan kami memasuki jeram Kerabang dengan pantat perahu terlebih dahulu. Namun para awak perahu malah mengira kami sengaja berbuat demikian, seperti halnya cara mereka masuk jeram dengan perahu kayu. Syukur, kami semua selamat, walaupun Toto sempat jatuh ke sungai. Ada suatu tempat di pinggir sungai yang sangat berkesan, karena di situ kami mandi di air tejun yang bening. Badan yang terasa penat benar-benar hilang oleh curahan air terjun, bak pijitan tukang pijit professional. Hujan yang cukup lebat terjadi pada malam harinya, sehingga kondisi sungai sama sakali berbeda dengan sebelumnya, batu-batu tak kelihatan dan arusnya berubah.
Pada jeram Luk, ada sebuah batu yang besar, namun saat itu tidak kelihatan. Kami harus berhati-hati karena arusnya sangat kuat. Kami bagaikan kotak sabun yang terombang-ambing di sungai. Kami sungguh tak berarti bila dibandingkan dengan kekuatan Tuhan saat itu, sungguh Tuhan Maha Baik dan Maha Kuasa. Setelah jeram Luk ada jeram yang cukup besar dan panjang, kami harus benar-benar bisa meluruskan arah perahu agar tak terguling. Di Long Pujungan, kami mendapatkan seorang teman perjalanan, seorang cewek bule, namanya Pia. Kedatangan Pia cukup menyegarkan suasana. Mas Bowo sangat antusias kelihatannya. Ya nggak Wo..
0 Comments:
Post a Comment
<< Home